Sejak 2 Maret 2020 pasien pertama positif COVID-19 diumumkan, mulai timbul pertanyaan apakah virus ini sudah benar-benar mulai menginfeksi warga di Indonesia?. Setelahnya di susul oleh kasus kasus lanjutan, membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat kanal informasi tentang jumlah dan persebaran, juga memuat nomor layanan informasi kotak suara. Setelah DKI Jakarta memulai membentuk kanal informasi terkait COVID-19, pemerintah daerah provinsi lain dan nasional mulai membentuk kanal-kanal informasi terkait pandemi ini.

Melalui kanal informasi yang disuguhkan pemerintah pusat dan daerah, masyarakat dapat dengan mudah mengetahui perkembangan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia, mulai dari jumlah kasus positif, kasus sembuh sampai kasus kematian. Di kanal informasi ini juga diperlihatkan peta persebaran kasus, melalui peta ini masyarakat dapat dengan mudah mengetahui daerah mana konsentrasi kasus terjadi, sehingga dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan dan kesiapsiagaan warga terhadap kasus ini. Peta yang disajikan ada yang berupa peta titik per kasus, peta ini menyajikan titik lokasi kelurahan dari kasus yang ada, rata-rata titik yang tersaji adalah kasus di suatu kecamatan, namun untuk DKI Jakarta titik kasus terbagi per kelurahan. Jika masyarakat menavigasi ke arah titik kasus, masyarakat akan mendapat informasi, berapa jumlah kasus di daerah tersebut, jenis kelamin dan usia per kasusnya. Terdapat pula peta persebaran di wilayah tersebut, peta ini menyajikan konsentrasi kasus di suatu wilayah, biasanya kepekatan warna di setiap daerahnya menunjukkan jumlah kasus ODP, PDP maupun positif COVID-19. Kanal informasi DKI Jakarta menyajikan peta kronologi dari sebagian kasus, untuk informasi darimana kasus tersebut tertular, rumah kasus dan juga rumah sakit tempat kasus tersebut dirawat.

Selain data kasus dan peta persebaran COVID-19, melalui kanal informasi milik pemerintah disajikan pula rumah sakit rujukan, beserta hotline rumah sakit tersebut, sehingga jika memang masyarakat memiliki gejala tertentu yang mengarah pada gejala COVID-19 masyarakat mengetahui rumah sakit mana yang dapat dituju. Di website resmi milik pemerintah provinsi Jawa Timur dan Jakarta menyediakan pula self-assesment untuk masyarakat, agar mengetahui apakah kita perlu memeriksakan diri ke rumah sakit, atau cukup menjalankan physical distancing saja berdasarkan kuesioner terkait gejala-gejala yang kita alami. Kanal informasi ini juga menyajikan infografis-infografis yang mudah dipahami, diantaranya adalah infografis tentang gejala, hal yang harus dilakukan ketika mengalami gejala, upaya pencegahan dan lain sebagainya. Masyarakat juga disuguhkan berita-berita terkait COVID-19 yang terkini dan terpercaya, untuk menghindari masyarakat menerima berita hoaks yang menyebabkan kepanikan. Khusus berita hoaks sendiri pemerinta pusat melalui kanal informasinya menyajikan fitur “Hoax Buster” untuk mengkonfirmasi dan memberi fakta terhadap berita berita hoaks yang tersebar di masyarakat terkait pademi ini.

Informasi-informasi yang termuat dalam kanal-kanal informasi yang disajikan pemerintah seharusnya sudah cukup memenuhi kebutuhan informasi untuk masyarakat, namun beberapa pekan terakhir muncul berita yang berkaitan tentang dibukanya data pribadi pasien. Meski memiliki definisi yang berbeda beda terkait pengertian data pribadi, merujuk pada website milik kominfo kita mengetahui bahwa data pribadi adalah data yang melekat pada individu yang disimpan dan dijaga kebenaran dan kerahasiaannya. Mengacu pada Pasal 38 ayat (1) dan (2) UU 44/2009 Data pribadi pasien yang tercakup pada rahasia kedokteran hanya boleh dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Sehingga dalam hal ini urgensi untuk membuka data pribadi pasien corona pun tidak untuk menjadi konsumsi masyarakat umum, sehingga data pribadi pasien positif corona tidak harus buka untuk masyarakat.

Dengan tidak dibukanya data pribadi pasien ke masyarakat diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya diskriminasi terhadap pasien itu sendiri. Sehingga pihak pasien dan keluarganya pun akan dapat menjalani hidup dengan tenang tanpa ada pengucilan di masyarakat sekitar. Selain itu, masyarakat diharapkan untuk menaati peraturan pemerintah menjalankan physical distancing atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk memutus rantai penyebaran virus COVID-19 sehingga pandemi ini lebih cepat berakhir. Tidak pula membuat, mencari dan menyebarkan informasi-informasi tidak benar terkait COVID-19, juga tidak menyebarkan data pribadi pasien COVID-19 agar tidak menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat.

X